Minggu, 15 Maret 2015

Fiqh Syirkah

POSTED By: Yenti Susanti                                                     
Senin, 16 Maret 2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran Islam, mengajarkan supaya kita menjalin kerja sama dengan siapa pun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong menolong dan menguntungkan, tidak menipu dan merugikan. Tanpa kerja sama, maka akan sulit kita untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di dalam ajaran islam kerja sama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong menolong disebut Syirkah (perserikatan). Syirkah  pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta maupun pekerjaan.
Selain itu seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua pekerjaan dan keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk membantunya. Maka ini dinamakan Jialah.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Syirkah ?
2.    Apasaja syarat-syarat Syirkah dan hikmahnya ?
3.    Apa yang dimaksud dengan Jialah ?
4.    Bagaimana hukum Jialah dan apa hikmahnya ?










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Syirkah
1.    Pengertian
Secara bahasa kata syirkah (  الشركة) berasal dari al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan[1]. Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Adapun menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama :
a.    Menurut ulama Hanafiyah
عقد بين المتشاركين فى رأس المال والربح
“Akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
b.    Menurut ulama Malikiyah
اذن فى التصرف لهما فى أنفسهما فى مال لهما
“Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang berkerja sama terhadap harta mereka”[2].
c.    Menurut Hasby as-Shiddiqie
عقد بين شخصين فأكثر على التعاون فى عمل اكتسابى و اقتسام ارباحه
“Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam suatu usaha dan membagi keuntungannya”.[3]
Jika diperhatikan dari tiga definisi di atas sesungguhnya perbedaan hanya bersifat redaksional, namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
Syirkah memiliki kedudukan sangat kuat dalam Islam. Sebab keberadaannnya diperkuat oleh Al-Qur’an, Hadits dan Ijma ulama. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat- ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya terdapat dalam Al-Qur’an surat Saad ayat 24:
¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd
Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan amat sedikit mereka itu”.

            Adapun dalam hadits Rasulullah bersabda:
انا ثالث الشريكين ما لم يخن أحد هما صاحبه فإذا خان أحد هما صاحبه خرجت من بينهما وجاء الشيطان (رواه أبو دود)
            “Aku adalah orang ketiga dari dua hamba-ku yang berkerja sama selama keduanya tidak berkhianat. Jika salah satunya berkhianat, maka aku akan keluar dari keduanya dan penggantinya adalah syetan” (HR. Abu Daud).

Berdasarkan sumber hukum diatas maka secara ijma para ulama sepakat bahwa hukum syirkah yaitu boleh.

2.    Rukun dan Syarat-syarat Syirkah
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun  syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab dan kabul. Istilah ijab dan kabul sering disebut dengan istilah serah terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat. Adapun menurut Abdurrahman Al-Jaziri rukun syirkah meliputi dua orang yang berserikat, shigat  objek akad syirkah baik itu berupa harta maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun syirkah sama dengan apa yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas.
Adapun syarat syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Menurut Hanafiyah syarat-syarat syirkah terbagi menjadi empat bagian :
a.    Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta, maupun lainnya. Dalam hal ini, terdapat dua syarat : pertama, berkaitan dengan benda yang diakadkan (ditransaksikan) harus berupa benda yang dapat diterima sebagai perwakilan. Kedua, berkaitan dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya setengah, dan sepertiga.
b.     Syarat yang terkait dengan  harta (mal). Dalam hal ini, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu pertama modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran yang sah (nuqud) seperti riyal, rupiah, dan dollar. Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
c.    Syarat yang terkait dengan syirkah mufawadhah yaitu :
1)   Modal pokok harus sama.
2)   Orang yang ber-syirkah yaitu ahli kafalah.
3)   Objek akad disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau perdagangan.[4]
Selain syarat-syarat diatas ada syarat lain yang perlu dipenuhi dalam syirkah. Menurut Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi :
a)    Mengungkapkan kata yang menunjukkan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b)   Anggota serikat saling memercayai. Sebab, masing-masing mereka merupakan wakil yang lainnya.
c)    Mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainnya.[5]
Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah disyaratkan merdeka, baligh dan pintar (rusyd).

3.    Macam-macam Syirkah
Para ulama Fiqh membagi syirkah menjadi dua macam :
a.    Syirkah Amlak
            Menurut Sayyid sabiq, yang dimaksud dengan syirkah amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiari atau jabari. Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa didahului oleh akad. Hak kepemilikan tanpa akad itu dapat disebabkan oleh dua sebab :
1)      Ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ikhtiari) yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang atau keduanya menerima hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain maka benda-benda ini menjadi harta serikat (bersama) bagi mereka berdua.
2)      Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang muncul secara paksa bukan keinginan orang yang berserikat. Artinya hak milik bagi mereka berdua atau lebih tanpa dikehendaki  oleh mereka. Seperti harta warisan yang mereka terima dari bapaknya yang telah wafat. Harta warisan menjadi hak milik bersama bagi mereka yang memiliki hak warisan.
          Menurut para fukaha, hukum kepemilikan syirkah amlak disesuaikan dengan hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak untuk menggunakan atau menguasai milik mitranya tanpa izin dari yang bersangkutan. Karena masing-masing mempunyai hak yang sama. Hukum yang terkait dengan syirkah amlak ini secara luas dibahas dalam fiqh bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.[6]
b.      Syirkah Uqud
            Yang dimaksud dengan syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya, kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungannya.
Pembagian syirkah uqud dan hukumnya
1)      Syirkah Inan yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak lain. Demikian halnya, dengan beban tanggung jawab dan kerja, boleh satu pihak bertanggung jawab penuh, sedangkan pihak lain tidak. Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati. Jika, mengalami kerugian maka resiko ditanggung bersama dilihat dari presentase modal. Sesuai dengan kaedah :
الربح على ما شرطا والوضيعة على قدر ما لين
“Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal masing-masing”.
Para ulama fiqh sepakat bahwa bentuk perserikatan ini hukumnya boleh.
2)      Syirkah Al-Mufawadhah yaitu perserikatan dimana modal semua pihak dan bentuk kerja sama yang mereka lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata. Dalam syirkah mufawadhah ini masing-masing pihak harus sama-sama bekerja. Hal terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja maupun keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama. Apabila berbeda bukan lagi disebut mufawadhah, tetapi menjadi al-inan. Menurut Sayyid Sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

a)      Jumlah modal masing-masing sama, jika berbeda maka tidak sah.
b)      Memiliki kewenangan bertindak yang sama, maka tidak sah syirkah  antara anak kecil dan orang dewasa.
c)      Agama yang sama. Maka tidak sah syirkah antara muslim dan nonmuslim.
d)     Masing-masing pihak dapat bertindak menjadi penjamin bagi yang lain atas apa yang dibeli dan dijual.
      Menurut ulama Hanafiyah dan Zaidiyah bahwa masing-masing pihak boleh bertindak melakukan transaksi jika mendapat persetujuan dari pihak lain, jika tidak maka tidak sah. Mereka memperkuat pendapatnya dengan hadits :
إذا تفاوضتم فأحسنوا المفاوضة... فأوضوا فإنه أعظم للبركة (رواه ابن ماجه)
“Jika kamu melaksanakan mufawadhah maka lakukanlah dengan cara yang baik….dan lakukanlah mufawadhah karena akad seperti ini membawa barokah”. (HR. Ibnu Majah).

      Akan tetapi, ulama Malikiyah tidak membolehkan bentuk perserikatan mufawadhah yang dipahami oleh Hanafiyah dan Zaidiyah diatas. Menurut Malikiyah, mufawadhah dinyatakan sah jika masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja tanpa izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya baik mitra itu berada di tempat atau sedang berada di luar kota. Jika tidak bebas melakukan transaksi namanya syirkah inan bukan mufawadhah. Adapun ulama Syafiiyah dan Hanbaliyah senada dengan Malikiyah. Menurut Syafi’iyah mufawadhah yang dipahami oleh Hanafiyah dan Zaidiyah sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja, dan keuntungan dalam perserikatan itu disamping tidak ada dalil yang kuat, hadits yang dikemukakan oleh Hanafiyah dan Zaidiyah diatas lemah.[7]
3)      Syirkah Al-Abdan yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Artinya, perserikatan dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan seperti tukang  besi, kuli angkut, tukang jahit, tukang elektronik dan sebagainya. Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja), syirkah shana’I (para tukang) dan syirkah taqabbul (penerimaan).
Tentang hukumnya, ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah Zaidiyah membolehkan syirkah abdan ini. karena tujuan syirkah ini mencari keuntungan dengan modal pekerjaan secara bersama.
4)      Syirkah Al-Wujuh yaitu perserikatan tanpa modal, artinya dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal, yang terjadi adalah berpegang kepada nama baik dan kepercayaan para pedagang kepada mereka. Dengan catatan keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggungjawab yang tanpa kerja dan modal. Artinya dua atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dapat melakukan pembelian dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai. Syirkah semacam ini sekarang mirip dengan makelar. Mereka berserikat membeli barang dengan cara kredit kemudian dijual dengan tunai dan keuntungannya dibagi bersama. Menurut ulama Syafiiyah, Malikiyah, Zahiriyah dan Syiah Imamah syirkah semacam ini hukumnya batil karena modal dan kerja tidak jelas. Adapun menurut ulama Hanafiyah, Hanbilah, dan Zaidiyah hukumnya boleh karena masih berbentuk suatu pekerjaan dan masing-masing pihak dapat bertindak sebagai wakil, di samping itu mereka beralasan syirkah ini telah banyak dilakukan oleh umat islam dan tidak ada ulama yang menentangnya.[8]
5)    Syirkah Mudharabah yaitu persetujuan antara pemilik modal dan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugian ditanggung oleh pemilik modal saja. Menurut Hanabilah, mudharabah dapat dikatakan sebagai syirkah jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  Pihak-pihak yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil.
b. Modalnya berbentuk uang tunai.
c.  Jumlah modal jelas.
d.       Diserahkan langsung kepada pekerja (pengelola) dagangan itu setelah akad disetujui.
e.  Pembagian keuntungan  diambil dari hasil perserikatan itu bukan dari harta yang lain.
Tetapi menurut jumhur ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Syiah Imamah) tidak memasukan transaksi mudharabah sebagai salah satu bentuk perserikatan, karena mudharabah menurut mereka merupakan akad tersendiri dalam bentuk kerja sama yang lain yang tidak dinamakan dengan perserikatan.
4.    Hikmah Syirkah
Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari syirkah yaitu adanya tolong menolong, saling bantu membantu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan rasa saling percaya, menyadari kelemahan dan kekurangan, dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat. Allah swt, berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat: 2
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Sesungguhnya azab Allah sangat pedih”

Rasulullah SAW bersabda:
يد الله على الشركين مالم يتخاونا (رواه البخارى)
“Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling berkhianat”. (H. Bukhari).[9]

B.  Jialah
1.    Pengertian
Kata الجعالة artinya janji hadiah atau upah. Pengertian secara Etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang, karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqh berarti “ suatu iltizaam (الإلزام = tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara suka rela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. [10]
Sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq :
عقد على منفعة يظن حصوله
“Sebuah akad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat dapat diperoleh”. [11]
Istilah jialah dalam kehidupan sehari-hari diartikan oleh fukaha yaitu memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang atau menggali sumur sampai memancarkan air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi, jialah bukan hanya terbatas pada barang yang hilang namun dapat setiap pekerjaan yang dapat menguntungkan seseorang.
2.    Landasan Hukumnya
Jumhur fukaha sepakat bahwa hukum jialah mubah. Hal ini, didasari karena jialah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Jialah merupakan akad yang sangat manusiawi. Karena seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua pekerjaan dan keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk membantunya. Contoh, orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar jika ia mencari sendiri dompetnya yang hilang tanpa bantuan orang lain. Maka, ia meminta kepada orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari pekerjaannya itu. [12]
Dalam Al-Qur’an dengan tegas Allah membolehkan memberikan upah kepada orang lain yang telah berjasa menemukan barang yang hilang. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 72 :
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9ŽÏèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy ÇÐËÈ  
Kami kehilangan piala raja maka siapa yang dapat mengembalikannya, maka ia akan mendapatkan bahan makanan seberat beban unta. Dan aku, menjamin terhadapnya.

3.    Rukun Jialah
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah :
a.    Lafal. Lafal itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seizin orang yang menyuruh (punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu ditemukan.
b.    Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dapat berupa orang yang kehilangan barang atau orang lain.
c.    Pekerjaan (mencari barang yang hilang).
d.   Upah harus jelas, telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum melakukan pekerjaan (menemukan barang).
4.    Hikmah Jialah
Jialah merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa materi karena orang itu telah bekerja dan membantu mengembalikan sesuatu yang berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan kesehatan atau membantu seseorang menghafal al-Qur’an. Hikmah yang dapat dipetik adalah dengan jialah dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan, menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong menolong dan bahu membahu. Dengan jialah, akan terbangun suatu semangat dalam melakukan sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan jialah sebagai satu pekerjaan yang baik, Islam mengajarkan bahwa Allah selalu menjanjikan balasan surga bagi mereka yang mau melaksanakan perintah-Nya, seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia kerjakan. [13]Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7 :
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ   
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.




















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan          
Berdasarkan pembahasan syirkah dan Jialah diatas maka dapat disimpulkan :
1.      Syirkah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
2.      Syarat syirkah antara lain adalah mengungkapkan kata yang menunjukkan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu, anggota serikat saling memercayai, mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainnya.
3.      Hikmah syirkah yaitu adanya tolong menolong, saling bantu membantu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan rasa saling percaya, dll.
4.      Ijalah adalah bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara suka rela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
5.      Jumhur fukaha sepakat bahwa hukum jialah mubah.
6.      Hikmah jialah adalah memperkuat persaudaraan dan persahabatan, menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong menolong dan bahu membahu.
B.  Saran
Begitu banyak buku yang membahas tentang Syirkah dan Jialah. Penulis menyadari banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik yang membangun dari pembaca penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri, Abdurahman, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Qalam
Al-Khafif, Ali, al-Syarikah ai al-Fiqh Islami, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi,1972
As-Shiddiqiie, Hasby, Pengantar Fiqih Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, Fiqh Mu’amalah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010
Harun, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Hasan, M Ali, Berbagai Macam Transaksi  dalam Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003 
Sabiq, Sayyid, Fiqh Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 2006
Suhendi, Hendi, Fiqih Mu’amalah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005
Syafei, Rachmad, Fiqh Mu’amalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2006






[1] Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2006), Juz III, hlm. 931.
[2] Ad-Dardir, Hasyiyah Al-Dasuqi ‘Ala Al-Syarh Al-Kabir, Jilid III, hal. 348
[3] Hasby as-Shiddiqie, Pengantar Fiqih Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang,1984), hal.89

[4] Abdurahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Qalam), hlm.78
[5] Hendi suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2005), hlm.128
[6] Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), hal.168
[7] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid III, hal. 580-583
[8] Ali Al-Khafif, al-Syarikah ai al-Fiqh Islami, (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi,1972), hal.23
[9] Rachmad Syafei, Fiqh Mu’amalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2006), Cet. III, hlm. 186.
[10] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi  dalam Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. I, hlm. 265.  
[11]  Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah...hlm. 931.
[12] Abdul Rahman  Ghazaly, dkk, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. I, hlm. 141.  
[13] Abdul Rahman  Ghazaly, dkk, Fiqh Mu’amalah...hlm. 143.   

1 komentar:

  1. Las Vegas Sands Casino | Station Casinos
    Experience the excitement of Vegas, deccasino including the iconic pyramid, casino and resort across the street 메리트 카지노 쿠폰 from its sister property, the Sands. Learn more septcasino about our

    BalasHapus