POSTED By: Yenti Susanti
Senin, 16 Maret 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran Islam,
mengajarkan supaya kita menjalin kerja sama dengan siapa pun terutama dalam
bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong menolong dan menguntungkan, tidak
menipu dan merugikan. Tanpa kerja sama, maka akan sulit kita untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Di dalam ajaran islam kerja sama dalam bidang ekonomi dengan prinsip
saling tolong menolong disebut Syirkah
(perserikatan). Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang
saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa
harta maupun pekerjaan.
Selain
itu seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua pekerjaan dan
keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk
membantunya. Maka ini dinamakan Jialah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Syirkah ?
2.
Apasaja
syarat-syarat Syirkah dan hikmahnya ?
3.
Apa
yang dimaksud dengan Jialah ?
4.
Bagaimana
hukum Jialah dan apa hikmahnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syirkah
1.
Pengertian
Secara bahasa kata syirkah ( الشركة) berasal
dari al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan[1].
Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya
dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Adapun menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama
:
a.
Menurut ulama Hanafiyah
عقد بين
المتشاركين فى رأس المال والربح
“Akad
antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
b. Menurut ulama Malikiyah
اذن فى التصرف لهما فى أنفسهما فى مال لهما
c. Menurut Hasby as-Shiddiqie
عقد بين
شخصين فأكثر على التعاون فى عمل اكتسابى و اقتسام ارباحه
“Akad yang
berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam suatu
usaha dan membagi keuntungannya”.[3]
Jika
diperhatikan dari tiga definisi di atas sesungguhnya perbedaan hanya bersifat
redaksional, namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
Syirkah
memiliki kedudukan sangat kuat dalam Islam. Sebab keberadaannnya diperkuat oleh
Al-Qur’an, Hadits dan Ijma ulama. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat- ayat yang
mengisyaratkan pentingnya syirkah
diantaranya terdapat dalam Al-Qur’an surat Saad ayat 24:
¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd
“Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal sholeh dan amat sedikit mereka itu”.
Adapun dalam hadits Rasulullah bersabda:
انا ثالث
الشريكين ما لم يخن أحد هما صاحبه فإذا خان أحد هما صاحبه خرجت من بينهما وجاء
الشيطان (رواه أبو دود)
“Aku adalah orang
ketiga dari dua hamba-ku yang berkerja sama selama keduanya tidak berkhianat.
Jika salah satunya berkhianat, maka aku akan keluar dari keduanya dan
penggantinya adalah syetan” (HR. Abu Daud).
Berdasarkan sumber hukum diatas maka secara ijma para ulama sepakat bahwa hukum syirkah yaitu boleh.
2.
Rukun dan Syarat-syarat
Syirkah
Rukun syirkah adalah sesuatu yang harus ada
ketika syirkah itu berlangsung. Ada
perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab dan kabul. Istilah ijab dan kabul sering disebut dengan istilah serah terima. Jika
ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam rukun syirkah
seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut hanafiyah itu bukan termasuk rukun
tetapi termasuk syarat.
Adapun menurut Abdurrahman Al-Jaziri rukun syirkah
meliputi dua orang yang berserikat, shigat
objek akad syirkah baik itu
berupa harta maupun kerja. Adapun menurut jumhur ulama rukun syirkah sama
dengan apa yang dikemukakan oleh al-Jaziri di atas.
Adapun syarat syirkah merupakan perkara penting yang
harus ada sebelum dilaksanakannya syirkah.
Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Menurut Hanafiyah syarat-syarat syirkah terbagi menjadi empat bagian :
a. Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta, maupun lainnya.
Dalam hal ini,
terdapat dua syarat : pertama, berkaitan dengan benda yang diakadkan (ditransaksikan)
harus berupa benda yang dapat diterima sebagai perwakilan. Kedua,
berkaitan dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua
belah pihak, misalnya setengah, dan sepertiga.
b. Syarat yang
terkait dengan harta
(mal). Dalam hal ini, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu
pertama modal yang dijadikan objek akad syirkah
adalah dari alat pembayaran yang sah (nuqud)
seperti riyal, rupiah, dan dollar. Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika akad
berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
c.
Syarat yang terkait dengan syirkah
mufawadhah yaitu :
1)
Modal
pokok harus sama.
2)
Orang
yang ber-syirkah yaitu ahli kafalah.
3)
Objek
akad disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau
perdagangan.[4]
Selain
syarat-syarat diatas ada syarat lain yang perlu dipenuhi dalam syirkah. Menurut Idris Ahmad, syarat
tersebut meliputi :
a) Mengungkapkan kata yang menunjukkan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan
mengendalikan harta itu.
b) Anggota serikat saling memercayai. Sebab,
masing-masing mereka merupakan wakil yang lainnya.
c) Mencampurkan harta sehinga tidak dapat dibedakan hak
masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainnya.[5]
Malikiyah
menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah disyaratkan merdeka,
baligh dan pintar (rusyd).
3.
Macam-macam
Syirkah
Para ulama Fiqh membagi syirkah
menjadi dua macam :
a. Syirkah Amlak
Menurut Sayyid sabiq, yang dimaksud
dengan syirkah amlak adalah bila
lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik bersifat
ikhtiari atau jabari. Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau
lebih tanpa didahului oleh akad. Hak kepemilikan tanpa akad itu dapat
disebabkan oleh dua sebab :
1) Ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ikhtiari) yaitu
perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti
dua orang sepakat membeli suatu barang atau keduanya menerima hibah, wasiat,
atau wakaf dari orang lain maka benda-benda ini menjadi harta serikat (bersama)
bagi mereka berdua.
2) Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang
muncul secara paksa bukan keinginan orang yang berserikat. Artinya hak milik
bagi mereka berdua atau lebih tanpa dikehendaki
oleh mereka. Seperti harta warisan yang mereka terima dari bapaknya yang
telah wafat. Harta warisan menjadi hak milik bersama bagi mereka yang memiliki
hak warisan.
Menurut
para fukaha, hukum kepemilikan syirkah
amlak disesuaikan dengan hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri
secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak untuk menggunakan atau menguasai
milik mitranya tanpa izin dari yang bersangkutan. Karena masing-masing
mempunyai hak yang sama. Hukum yang terkait dengan syirkah amlak ini secara luas dibahas dalam fiqh bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.[6]
b.
Syirkah Uqud
Yang
dimaksud dengan syirkah uqud adalah
dua orang atau lebih melakukan akad untuk bekerja sama (berserikat) dalam modal
dan keuntungan. Artinya, kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman
modal dan kesepakatan pembagian keuntungannya.
Pembagian
syirkah uqud dan hukumnya
1) Syirkah Inan yaitu
penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal
lebih besar dari pihak lain. Demikian halnya, dengan beban tanggung jawab dan
kerja, boleh satu pihak bertanggung jawab penuh, sedangkan pihak lain tidak.
Keuntungan dibagi dua sesuai presentase yang telah disepakati. Jika, mengalami
kerugian maka resiko ditanggung bersama dilihat dari presentase modal. Sesuai
dengan kaedah :
الربح
على ما شرطا والوضيعة على قدر ما لين
“Keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan modal
masing-masing”.
Para ulama fiqh sepakat bahwa bentuk perserikatan ini
hukumnya boleh.
2) Syirkah Al-Mufawadhah
yaitu perserikatan dimana modal semua pihak dan bentuk kerja sama yang mereka
lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.
Dalam syirkah mufawadhah ini
masing-masing pihak harus sama-sama bekerja. Hal terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja maupun
keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama. Apabila berbeda bukan lagi
disebut mufawadhah, tetapi menjadi al-inan. Menurut Sayyid Sabiq ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi:
a) Jumlah modal masing-masing sama, jika berbeda maka
tidak sah.
b) Memiliki kewenangan bertindak yang sama, maka tidak sah
syirkah antara anak kecil dan orang dewasa.
c) Agama yang sama. Maka tidak sah syirkah antara muslim
dan nonmuslim.
d) Masing-masing pihak dapat bertindak menjadi penjamin
bagi yang lain atas apa yang dibeli dan dijual.
Menurut ulama Hanafiyah dan Zaidiyah bahwa
masing-masing pihak boleh bertindak melakukan transaksi jika mendapat
persetujuan dari pihak lain, jika tidak maka tidak sah. Mereka memperkuat
pendapatnya dengan hadits :
إذا تفاوضتم
فأحسنوا المفاوضة... فأوضوا فإنه أعظم للبركة (رواه ابن ماجه)
“Jika kamu melaksanakan mufawadhah maka lakukanlah
dengan cara yang baik….dan lakukanlah mufawadhah karena akad seperti ini
membawa barokah”. (HR. Ibnu
Majah).
Akan tetapi, ulama Malikiyah tidak
membolehkan bentuk perserikatan mufawadhah
yang dipahami oleh Hanafiyah dan Zaidiyah diatas. Menurut Malikiyah, mufawadhah dinyatakan sah jika
masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja tanpa izin dan musyawarah
dengan mitra serikatnya baik mitra itu berada di tempat atau sedang berada di
luar kota. Jika tidak bebas melakukan transaksi namanya syirkah inan bukan mufawadhah.
Adapun ulama Syafiiyah dan Hanbaliyah senada dengan Malikiyah. Menurut
Syafi’iyah mufawadhah yang dipahami
oleh Hanafiyah dan Zaidiyah sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal,
kerja, dan keuntungan dalam perserikatan itu disamping tidak ada dalil yang
kuat, hadits yang dikemukakan oleh Hanafiyah dan Zaidiyah diatas lemah.[7]
3) Syirkah Al-Abdan yaitu
perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan. Artinya, perserikatan dua orang atau lebih untuk menerima suatu
pekerjaan seperti tukang besi, kuli
angkut, tukang jahit, tukang elektronik dan sebagainya. Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja), syirkah
shana’I (para tukang) dan syirkah
taqabbul (penerimaan).
Tentang hukumnya, ulama Malikiyah, Hanafiyah,
Hanabilah Zaidiyah membolehkan syirkah
abdan ini. karena tujuan syirkah
ini mencari keuntungan dengan modal pekerjaan secara bersama.
4) Syirkah Al-Wujuh yaitu
perserikatan tanpa modal, artinya dua orang atau lebih membeli suatu barang
tanpa modal, yang terjadi adalah berpegang kepada nama baik dan kepercayaan
para pedagang kepada mereka. Dengan catatan keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggungjawab yang tanpa kerja dan modal. Artinya dua atau
lebih yang tidak punya modal sama sekali dapat melakukan pembelian dengan
kredit dan menjualnya dengan harga tunai. Syirkah
semacam ini sekarang mirip dengan makelar. Mereka berserikat membeli barang
dengan cara kredit kemudian dijual dengan tunai dan keuntungannya dibagi
bersama. Menurut ulama Syafiiyah, Malikiyah, Zahiriyah dan Syiah Imamah syirkah semacam ini hukumnya batil
karena modal dan kerja tidak jelas. Adapun menurut ulama Hanafiyah, Hanbilah,
dan Zaidiyah hukumnya boleh karena masih berbentuk suatu pekerjaan dan
masing-masing pihak dapat bertindak sebagai wakil, di samping itu mereka beralasan syirkah ini telah
banyak dilakukan oleh umat islam dan tidak ada ulama yang menentangnya.[8]
5) Syirkah Mudharabah yaitu persetujuan
antara pemilik modal dan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik
modal dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama. Adapun kerugian ditanggung oleh pemilik modal saja.
Menurut Hanabilah, mudharabah dapat dikatakan sebagai syirkah jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Pihak-pihak
yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil.
b. Modalnya berbentuk uang tunai.
c. Jumlah
modal jelas.
d. Diserahkan
langsung kepada pekerja (pengelola) dagangan itu setelah akad disetujui.
e. Pembagian
keuntungan diambil dari hasil
perserikatan itu bukan dari harta yang lain.
Tetapi menurut
jumhur ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Syiah Imamah)
tidak memasukan transaksi mudharabah
sebagai salah satu bentuk perserikatan, karena mudharabah menurut mereka
merupakan akad tersendiri dalam bentuk kerja sama yang lain yang tidak
dinamakan dengan perserikatan.
4.
Hikmah
Syirkah
Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari
syirkah yaitu adanya tolong menolong,
saling bantu membantu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan rasa
saling percaya, menyadari kelemahan dan kekurangan, dan menimbulkan keberkahan
dalam usaha jika tidak berkhianat. Allah
swt, berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat: 2
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
“Tolong
menolonglah kamu dalam kebaikan dan
taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Sesungguhnya azab Allah sangat pedih”
Rasulullah SAW bersabda:
يد الله على الشركين مالم يتخاونا (رواه البخارى)
“Allah akan
menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling berkhianat”. (H. Bukhari).[9]
B.
Jialah
1.
Pengertian
Kata الجعالة artinya janji hadiah atau upah. Pengertian
secara Etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang,
karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu.
Secara terminologi fiqh berarti “ suatu iltizaam (الإلزام = tanggung jawab) dalam bentuk janji
memberikan imbalan upah tertentu secara suka rela terhadap orang yang berhasil
melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan
atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. [10]
Sebagaimana dikemukakan
oleh Sayyid Sabiq :
عقد على منفعة
يظن حصوله
Istilah
jialah dalam kehidupan sehari-hari diartikan oleh fukaha yaitu memberi upah
kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang atau menggali
sumur sampai memancarkan air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi.
Jadi, jialah bukan hanya terbatas pada barang yang hilang namun dapat setiap
pekerjaan yang dapat menguntungkan seseorang.
2.
Landasan Hukumnya
Jumhur fukaha
sepakat bahwa hukum jialah mubah. Hal ini, didasari karena jialah diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Jialah merupakan akad yang sangat manusiawi.
Karena seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua pekerjaan dan
keinginannya, kecuali jika ia memberikan upah kepada orang lain untuk
membantunya. Contoh, orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar jika ia mencari
sendiri dompetnya yang hilang tanpa bantuan orang lain. Maka, ia meminta kepada
orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari pekerjaannya itu. [12]
Dalam Al-Qur’an
dengan tegas Allah membolehkan memberikan upah kepada orang lain yang telah berjasa
menemukan barang yang hilang. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an surat Yusuf
ayat 72 :
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9Ïèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOÏãy ÇÐËÈ
Kami kehilangan piala raja maka siapa yang dapat mengembalikannya,
maka ia akan mendapatkan bahan makanan seberat beban unta. Dan aku, menjamin
terhadapnya.
3.
Rukun Jialah
Ada
beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah :
a.
Lafal. Lafal itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan
tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seizin orang yang
menyuruh (punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika
barang itu ditemukan.
b.
Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dapat berupa orang yang
kehilangan barang atau orang lain.
c.
Pekerjaan (mencari barang yang hilang).
d.
Upah harus jelas, telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang
sebelum melakukan pekerjaan (menemukan barang).
4.
Hikmah Jialah
Jialah
merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa materi karena orang
itu telah bekerja dan membantu mengembalikan sesuatu yang berharga. Baik itu
berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan kesehatan atau membantu
seseorang menghafal al-Qur’an. Hikmah yang dapat dipetik adalah dengan jialah
dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan, menanamkan sikap saling
menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang saling tolong menolong
dan bahu membahu. Dengan jialah, akan terbangun suatu semangat dalam melakukan
sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan
jialah sebagai satu pekerjaan yang baik, Islam mengajarkan bahwa Allah selalu
menjanjikan balasan surga bagi mereka yang mau melaksanakan perintah-Nya,
seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia kerjakan. [13]Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7 :
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan syirkah dan Jialah diatas maka dapat disimpulkan :
1.
Syirkah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara
bersama.
2.
Syarat syirkah antara lain adalah mengungkapkan kata yang
menunjukkan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan
harta itu, anggota serikat saling memercayai, mencampurkan harta sehinga tidak
dapat dibedakan hak masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainnya.
3.
Hikmah syirkah yaitu adanya tolong menolong, saling bantu membantu
dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan rasa saling percaya, dll.
4.
Ijalah adalah bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara
suka rela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa
yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan.
5.
Jumhur fukaha sepakat bahwa hukum jialah mubah.
6.
Hikmah jialah adalah memperkuat persaudaraan dan persahabatan,
menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang
saling tolong menolong dan bahu membahu.
B.
Saran
Begitu banyak
buku yang membahas tentang Syirkah dan Jialah. Penulis menyadari
banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik yang
membangun dari pembaca penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurahman, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib Al-Arba’ah, Beirut: Dar
al-Qalam
Al-Khafif, Ali, al-Syarikah
ai al-Fiqh Islami, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi,1972
As-Shiddiqiie, Hasby, Pengantar
Fiqih Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, Fiqh Mu’amalah, Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2010
Harun, Nasrun, Fiqh
Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Hasan, M Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2003
Sabiq, Sayyid, Fiqh
Al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 2006
Suhendi, Hendi,
Fiqih Mu’amalah, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2005
Syafei, Rachmad,
Fiqh Mu’amalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2006
Las Vegas Sands Casino | Station Casinos
BalasHapusExperience the excitement of Vegas, deccasino including the iconic pyramid, casino and resort across the street 메리트 카지노 쿠폰 from its sister property, the Sands. Learn more septcasino about our